Minggu, 20 Oktober 2019

PENINGKATAN MINAT BELAJAR BAHASA SUNDA DENGAN MENGGUNAKAN KUPON PEMBELAJARAN BAHASA SUNDA (KPBS)


Belajar adalah proses memanusiakan manusia. Maksudnya adalah, manusia yang memiliki naluri dan insting belum bisa disebut sebagai manusia yang utuh apabila manusia tersebut belum mempu membedakan benar dan salah, belum mampu merubah diri dari tidak bisa menjadi bisa. Dalam proses pembelajaran pada dasarnya melibatkan beberapa stakeholder, diantaranya: guru, peserta didik, orangtua, masyarakat, dll. Setiap stakeholder memiliki peran masing-maisng dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang di dalam dirinya tertanam nilai-nilai leluhur dan norma-norma yang timbul dari adanya budaya.
Seorang guru yang telah diamanati sebagai pelayan publik dalam bidang pendidikan, adalah stakeholder  yang dianggap paling berpengaruh dalam terjadinya proses belajar. Hal ini karena guru adalah sosok yang selalu dianggap sebagai role model  oleh peserta didik di sekolah, bahkan oleh masyarakat di lingkungannya. 
“Basa teh ciciren Bangsa” pribahasa tersebut sudah sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya adalah suatu bangsa bisa dinilai dari bahasa yang dipakainya. Di Indonesia terdapat beberapa bahasa, ada bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia dan ada bahasa daerah. Bermacam-macam suku bangsa tersebut adalah akar-akar yang bisa menajdikan Indonesia menjadi Negara yang kuat. Suatu suku bangsa bisa hidup apabila ada para penutur bahasa. Hal ini karena dengan bahasa lah semua ilmu pengetahuan dan budaya yang ada di dalam satu suku bisa diturunkan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Dalam rangka memelihara bahasa daerah, pemerintah daerah menciptakan kurikulum daerah yang mewajibkan bahwa setiap daerah harus mengajarkan bahasa daerahnya masing-masing. Beberapa bahasa daerah yang sudah masuk ke dalam kurikulum muatan lokal adalah: (1) Bahasa Jawa, (2) Bahasa Padang, (3) Bahasa Sunda, dll. 
Bahasa Sunda adalah bahasa dari suku Sunda. Menurut data statistik, penutur bahasa Sunda adalah terbanyak kedua di Indonesia. Suatu bahasa akan tetap ada jika masih ada penuturnya. Jika suatu bahasa hilang, maka hilang pula suatu suku bangsa. Hal ini karena segala ilmu pengetahuan dan budaya bisa tersampaikan dengan menggunakan bahasa. Beberapa penyebab semakin hilangnya penutur bahasa daerah yaitu: (1) Karena tidak bisa, (2) Karena takut salah (3) Karena merasa malu menggunakan bahasa Daerah yang dianggap kampungan, (4) Tidak tertarik dan bangga dengan budayanya. Bahasa Sunda adalah bahasa daerah yang dianggap sulit oleh para penuturnya, terutama para pelajar. Meskipun telah tercantum dalam kurikulum muatan lokal, masih ada beberapa sekolah yang belum mewajibkan mata pelajaran Bahasa Sunda di jenjang SMA/SMK/MA. Proses pembelajaran yang kurang inovatif dan kurang menantang juga menyebabkan peserta didik kurang memiliki minat belajar bahasa Sunda. Jiwa muda adalah jiwa dimana hormone adrenalin berpacu dengan cepat. Maka tidak aneh jika pelajar yang khususnya berada di jenjang SMA/SMK/MA senang menghadapi tantangan dan hal-hal baru. Begitupun dengan peserta didik di SMK N 1 Cipongkor yang kurang memiliki minat belajar bahasa Sunda.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis memiliki gagasan untuk menciptakan persaingan dan daya juang peserta didik di SMKN 1 Cipongkor saat pembelajaran Bahasa Sunda berlangsung. Gagasan tersebut adalah dengan diterapkannya sistem KPBS (Kupon Pembelajaran Bahasa Sunda). KPBS dibuat dengan tujuan dan ketentuan yang jelas dan diharapkan mampu meningkatkan minat belajar bahasa Sunda. Maka, penulis membuat judul rancangan aktualisasi “Peningkatan Minat Belajar Bahasa Sunda dengan KPBS (Kupon Pembelajaran Bahasa Sunda) di SMKN 1 Cipongkor”. 
Solusi yang merupakan hasil temuan penulis yaitu berupa pemberian reward untuk siswa berupa KPBS (Kupon Pembelajaran Bahasa Sunda). KPBS merupakan media yang digunakan oleh penulis sebagai penyulut semangat belajar bahasa Sunda agar minat peserta didik dalam belajar bahasa Sunda semakin meningkat.   
KPBS didapatkan oleh peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung. Ada beberapa cara untuk peserta didik mendapatkan kupon, yaitu:
1.      Peserta didik aktif di dalam kelas (menjawab pertanyaan, menyimpulkan materi pembelajaran, mereview materi pembelajaran, membereskan tugas dengan cepat dan bagus)
2.      Peserta didik memiliki catatan pelajaran bahasa Sunda yang rapih dan terstruktur.
3.      Peserta didik mengerjakan tugas mandiri terbaik (dengan kriteria penilaian)
4.      Peserta didik tampil pertama kali saat ada praktek dalam pembelajaran.
5.    Peserta didik menjadi tutor sebaya dalam pembelajaran
KPBS yang dikumpulkan oleh peserta didik, lalu dimasukan ke dalam celengan prestasi yang disediakan di setiap kelas. Di akhir semester, celengan tersebut dibongkar oleh guru dan peserta didik lalu diakumulasikan jumlah KPBS yang didapatkan oleh peserta didik.
Kupon yang dikumpulkan oleh peserta didik dapat digunakan untuk menambah nilai di akhir semester. Selain itu, penerima kupon diranking dari yang terbesar sampai yang terendah. Peserta didik yang mendapatkan ranking 1-5 di kelasnya akan diberikan hadiah oleh guru bahasa Sunda. Selain itu, untuk eserta didik yang memiliki kupon lebih dari 10 akan mendapatkan hadiah dari guru bahasa Sunda. Hadiah tersebut merupakan bentuk apresiasi untuk peserta didik yang aktif selama pembelajaran, dan menjadi motivasi bagi peserta didik lainnya. Pada gambar 3.1 disajikan contoh desain gambar KPBS. Pada gambar 3.2 disajikan gambar contoh celengan KPBS.
  

Gambar 3.1 
Contoh Kupon Pembelajaran Bahasa Sunda Materi Terejamahan Kelas X


Gambar 3.2 
Contoh Desain Celengan KPBS 

Diagram 1


KESIMPULAN
Berdasarkan isu yang ditetapkan yaitu “Masih rendahnya minat belajar bahasa Sunda di SMKN 1 Cipongkor” maka dilakukan pemecahan isu “Peningkatan Minat Belajar Bahasa Sunda dengan Kupon Pembelajaran Bahasa Sunda (KPBS)”. Program ini dilaksanakan dengan 9 kegiatan yang setiap kegiatannya terdiri dari beberapa tahapan kegiatan sebagai sarana untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar ASN. Pelaksanaan kegiatan aktualisasi nilai-nilai dasar profesi ASN ini mulai dilaksanakan dari tanggal 23 September 2019 sampai dengan 26 Oktober 2019 di instansi tempat penulis bekerja, yaitu SMK N 1 Cipongkor.
Penggunaan KPBS dalam pembelajaran Bahasa Sunda di lingkungan SMK N 1 Cipongkor, diharapkan dapat meningkatkan minat belajar bahasa Sunda siswa. Apabila minat belajar bahasa Sunda siswa meningkat, maka akan berdampak semakin meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang bahasa Sunda. Semakin banyaknya siswa memahami bahasa Sunda, maka semakin banyak penutur bahasa Sunda dan akan terbentuknya karakter siswa yang mencintai budaya Sunda sebagai kekayaan yang diwariskan oleh leluhur Suku Sunda.
Penggunaan KPBS untuk meningkatkan minat belajar bahasa Sunda merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien. Hal ini karena berdasarkan angket yang disebarkan, ada peningkatan minat belajar bahasa Sunda siswa setelah penulis sebagai guru Bahasa Sunda menggunakan KPBS untuk mengapresiasi siswa yang aktif dan serius ketika mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga lebih bersungguh-sungguh ketika menerima tugas dari guru, karena tugas terbaik akan mendapatkan KPBS. KPBS tersebut bisa digunakan untuk menambah nilai materi pembelajaran pada ahir semester. Hal tersebut pula yang melatar belakangi siswa semakin termotivasi dan memiliki daya juang ketika mengikuti pembelajaran bahasa Sunda. Hal yang paling membuat penulis yakin bahwa KPBS sangat cocok untuk meningkatkan minat belajar bahasa Sunda adalah siswa yang semakin aktif menjawab pertanyaan dari guru dan aktif maju ke depan untuk menjadi siswa pertama yang praktek atau menyerahkan tugas.
Persentase nilai angket yang disebar terpaut jauh dari sebelum penggunaan KPBS dan sesudah penggunaan KPBS. Peningkatan tersebut adalah rata-rata sebesar 10-15% dari siswa kelas X, XI, dan XII

SARAN
Berdasarkan hasil evaluasi dan sebaran angket yang dilakukan oleh penulis, maka ada beberapa saran hasil luaran dari aktualisasi nilai-nilai dasar ASN di SMKN 1 Cipongkor. Saran/ masukan tersebut, adalah sebagai berikut.
1.      Penggunaan KPBS agar dilaksanakan dalam mata pelajaran lain selain Bahasa Sunda. Hal ini karena efek positif yang ditimbulkan setelah penggunaan KPBS terkait dengan peningkatan minat siswa dalam belajar. Misalnya Kupon Pembelajaran Bahasa Indonesia (KPBI), Kupon Pembelajaran Kimia (KPK), Kupon Pembelajaran Sejarah (KPS), dan lain-lain.
2.      Penggunaan KPBS agar dilaksanakan oleh guru-guru di sekolah lainnya, karena penggunaan KPBS justru menunjang kurikulum yang digunakan saat ini, yaitu penilaian berdasarkan dari proses. Antusiasme siswa dan penguasaan siswa selama proses belajar dapat dihitung dari berapa banyak KPBS yang siswa kumpulkan di Celengan KPBS.
Penggunaan KPBS agar dilaksanakan di sekolah pada jenjang lainnya, seperti SMP-sederajat. Hal ini karena dengan adanya KPBS siswa menjadi lebih bersemangat dan antusias belajar Bahasa Sunda. 

Kamis, 26 September 2019

DOKUMENTASI PANGAJARAN BASA SUNDA DI SMK N 1 CIPONGKOR

A. KELAS X

1. MATERI TERJEMAHAN
    PANCEN : NERJEMAHKEUN LAGU PER KELOMPOK



KIKD PELAJARAN BAHASA SUNDA KURIKULUM 2013 REVISI

KIKD Bahasa Sunda di SMA/SMK/MA tiasa didownload di ieu link.

BUKU AJAR BAHASA SUNDA KELAS X, XI, DAN XII KURIKULUM 2013 REVISI FILE PDF

Assalamualaikum Wr.,Wb

1. Buku Ajar Bahasa Sunda kelas X

https://drive.google.com/open?id=19ggH3VHRQbTI0Ie0oFFl77HQ7U8GFXIj

2. Buku Ajar Bahasa Sunda kelas XI

https://drive.google.com/open?id=1qUgscg4lxfj6BmXRIjEiiOmQJVg-Saa_

3. Buku Ajar Bahasa Sunda kelas XII

https://drive.google.com/open?id=1cszPaEjfAFXt2j_PHeeX2o2OzsGVsOq- 


<script data-ad-client="ca-pub-1339149007302020" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

RPP BAHASA SUNDA KELAS XII KURIKULUM 2013 REVISI

RPP Bahasa Sunda kanggo kelas XII dumasar kana Kurikulum 2013 nu parantos direvisi. Ieu RPP teh saleresna teu acan sampurna, nanging tiasa dianggo kanggo bahan bacaan bapa kalih ibu guru Bahasa Sunda. Anapon, RPP na tiasa didownload dina ieu link.

A. SEMESTER 1 (GANJIL)

1. BAHASAN TRADISI SUNDA

https://drive.google.com/open?id=1XCwMprzTOZc_Gxl69LmWJ6N4mDrhooWj

2. CARITA WAYANG

https://drive.google.com/open?id=1C_Sqe2MXsZLYgPT0Sc1ouLZHHZvIWf9l

3. RESENSI

https://drive.google.com/open?id=1d7PsvQKzDEghdCh-3EEY0D4HDaeS3_pr

4. DRAMA

https://drive.google.com/open?id=11CzuqwJwkuXWKgsr_foQ620IR7ABPFqz

B. SEMESTER 2 (GENAP)

5. ARTIKEL

https://drive.google.com/open?id=1m2ymF5ih_BmHYRC_7Nwyphkjp8SHoCfD

6. ARTIKEL

https://drive.google.com/open?id=1FSu0iViMogj1yASjixc5ZJHyIgqloT-z


Hatur nuhun.. hapunten kanggo sagala rupi kakirangan..

RPP BAHASA SUNDA KELAS XI KURIKULUM 2013 REVISI

RPP Bahasa Sunda kanggo kelas XI dumasar kana Kurikulum 2013 nu parantos direvisi. Ieu RPP teh saleresna teu acan sampurna, nanging tiasa dianggo kanggo bahan bacaan bapa kalih ibu guru Bahasa Sunda. Anapon, RPP na tiasa didownload dina ieu link.

A. SEMESTER 1 (GANJIL)

1. BIANTARA

https://drive.google.com/open?id=1HEO-Jcttevbp95KKOHI3KDT9_MmMOGCR

2. SISINDIRAN

https://drive.google.com/open?id=1fRuNetBBcUUwwAaNo81LqsnBpNNNQq9A

3. PANUMBU CATUR

https://drive.google.com/open?id=1Ikn-kfsw1YLPtpkaSY2ate34Y7oS3l6r

4. CARITA PONDOK

https://drive.google.com/open?id=1-dDDHwKKUBYMQlvM18pfag0c_OOqcNLo


B. SEMESTER 2 (GENAP)

5. WARTA

https://drive.google.com/open?id=12rJE60pqwuDyDwbwJPZliQnzMWWRYUNL

6. NOVEL

https://drive.google.com/open?id=101RKJl3PNn0ivt10OkRXXXT35M9cPYcF

7. BIOGRAFI

https://drive.google.com/open?id=1sC0A3YS_RUb1oeciExBJKyAXGbr1HU9r

8. WAWACAN

https://drive.google.com/open?id=1Xk_x1uXlF1roRNi_sn9RKtFka941cx1D

Hatur nuhun.. hapunten kanggo sagala rupi kakirangan..

RPP BAHASA SUNDA KELAS X KURIKULUM 2013 REVISI

RPP Bahasa Sunda kanggo kelas X dumasar kana Kurikulum 2013 nu parantos direvisi. Ieu RPP teh saleresna teu acan sampurna, nanging tiasa dianggo kanggo bahan bacaan bapa kalih ibu guru Bahasa Sunda. Anapon, RPP na tiasa didownload dina ieu link.

A. SEMESTER 1 (GANJIL)

1. RPP TERJEMAHAN

https://drive.google.com/open?id=1wcqyYF7ChI0eP4S8COgur24dRjxttN27

2. RPP DONGENG

https://drive.google.com/open?id=1Pi1mnHtbo-H3pjCGJSsxXcbyOLsEMft3

3. LAPORAN KAGIATAN

https://drive.google.com/open?id=1hFiSVQbNxsBU0VeSWWZfXhIubzygHood

4. KAWIH

https://drive.google.com/open?id=1ABwp8h8kZz-w0ya2CfMor2p52FVolzID

B. SEMESTER 2 (GENAP)

5. WAWANCARA

https://drive.google.com/open?id=12rQ4tHDXsQLEsujMcbIbxdbWXw2ot0Mv

6. CARITA BABAD

https://drive.google.com/open?id=1jQc1IWoDkQWsP_Z1OR1YbC3y4Rv-XKlG

7. AKSARA SUNDA

https://drive.google.com/open?id=1Ftdfuw-ibZ9OfxIL7jtgLAxvCl5Uso-6

8.  SAJAK

https://drive.google.com/open?id=1rFT_bv-WU7vYUvbBu3f6v-Db3W2VV1Et


Mugia manfaat, hapunten` tina sagala rupi kakirangana. Hatur nuhun :)

LAPORAN KEGIATAN MENINGKATKAN KINERJA MGMP BAHASA DAN SASTRA SUNDA JENJANG SMA/SMK WILAYAH `IV,V,VI

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bandung Lembang puser kaendahan
diriung ku gunung-gunung
gunung sasakala sunda, sunda jaya nubaheula
panjujugan, paniisan 
pangbeubeurah, nu keur susah 
panyinglar suk kawa manah
musnah ku hawana gunung

(Kawih Bandung Lembang)

      Eta kawih teh asa matak waas, komo nalika kuring keur diuk dina korsi honje di sagigireun tangkal kembang kantil nu jangkungna geus ngaleuwihan suhunan aula tempat acara MGMP Basa Sunda dilaksanakeun. MGMP Basa Sunda tingkat provinsi baris ngalaksanakeun diklat MGMP nu judulna "Meningkatkan Kinerja MGMP Bahasa dan Sastra Sunda Jenjang SMA/SMK WILAYAH IV,V,VI". 
     
    Ieu diklat MGMP teh dilaksanakeun ti tanggal 25 September 2019 nepi ka 27 September 2019. Anapon tempatna nya eta di Grand Hotel Lembang. Pamilonna mangrupa guru basa Sunda jenjang SMA/SMK nu aya di KCD IV (Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, jeung Kabupaten Purwkarta), V (Kota Sukabumi jeung Kabupaten Sukabumi), jeung VI (Kabupaten Cianjur jeung Kabupaten Bandung Barat). Pamilon diklat tti masing-masing KCD jumlahna 44. Jadi 44 dikali 3 KCD, jumlah total pamilon dina ieu diklat teh nya eta 132 urang. 

      Teknis dina ieu diklat nya eta unggal KCD dijadikeun sakelas, hartina tilu KCD teh jadi aya tilu kelas. Kuring kaasup kana KCD VI sabab ngajar di SMK N 1 Cipongor nu merenahna di Kabupaten Bandung Barat. Di kelas kuring aya tilu urang pemateri, nya eta:
1. Drs. Dingding Haerudin, M.Pd. salaku dosen di jurusan Bahasa Sunda UPI Bandung
2. Kang Darpan salaku tim MGMP Bahasa Sunda tingkat Provinsi
3. Kang Encep  salaku pupuhu MGMP Bahasa Sunda tingkat Provinsi


     Materi nu didugikeun ku eta emateri teh langkunng jelasna aya dina ieu file dokumen, nu tiasa di download dina link di handap:




DOKUMENTASI KAGIATAN MGMP BAHASA SUNDA 

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Ibu Dewi Sartika Ngabuka Acara MGMP 



Foto Bersama MGMP Kabupaten Bandung Barat dengan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat


Foto Bersama MGMP Kabupaten Bandung Barat dengan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat



Foto Proses Pemberian Materi di kelas oleh Kang Darpan selaku pemateri dari MGMP Bahasa Sunda

<script data-ad-client="ca-pub-1339149007302020" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>




Rabu, 28 Agustus 2019

MATERI PEMBELAJARAN BAHASA SUNDA KELAS XII SMK/ SMA/ MA



MATERI 1: BAHASAN TRADISI SUNDA


Ieu di handap wacana pedaran ngeunaan Kampung Cireundeu karya Ari Andriansyah. Pék baca ku hidep kalawan gemet nepi ka paham eusina!



Kampung Cireundeu
“Wilujeng Sumping di Kampung Cireundeu Rukun Warga 10”, aksara latén jeung Sunda Kuna natrat dina gapura, mapag léngkah basa mimiti anjog ka tempatna téh. Padumukan katangén suhunanana, mudun ka handap. Da puguh kampung téh pernahna di léngkob, handapeun suku Gunung Kunci, Ciménténg, Gajahlangu, jeung Sayangkaak. Paeunteung-eunteung deuih jeung urut TPA Leuwigajah nu kungsi maragatkeun puluhan jiwa. Pernahna mah di Kalurahan Leuwigajah, Kacamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Kaitung jauh ti puseur Kota Bandung mah, kira-kira 40 km laju ngulon. Merlukeun waktu perjalanan 1,5 nepi ka 2 jam. Éta gé lamun ngagunakeun kandaraan pribadi, sedeng kana umum mah leuwih lila ti sakitu. Da puguh kudu sababaraha kali ganti angkot. Ti Leuwipanjang mah naék angkot nu ka Cimahi, laju naék deui jurusan Cimahi- Leuwigajah, terus Cimahi-Cangkorah, jeung ditungtungan ku naék ojég sangkan nepi ka nu dituju. Sabéngbatan mah Cireundeu téh prah baé kawas kampung séjénna. Lebah kamekaranna gé sarua. Imah témbok ngajarengléng, atuh télévisi, radio, hapé, jeung barang éléktronik séjén gé geus lain barang anéh. Dina widang atikan gé kaitung maju, wuwuh réa nu sakola ka paguron luhur. Cindekna, tingkat ékonominamgeus lumayan maju. Ngan nu matak narik, lian ti masarakatna masih kénéh nyekel pageuh tatali tradisi, kadaharan pokona gé lain béas, tapi sampeu (manihot esculenta crautz ). Nurutkeun katerangan, masarakat Cireundeu mimiti ngonsumsi sampeu ti taun 1918, mangsa Walanda keur ngajajah kénéh. Cenah, harita Cireundeu ngalaman paila nu matak nalangsana. Pikeun ngungkulanana, salah saurang sesepuh kampung néangan tarékah, nu satuluyna meunang pituduh sangkan ulah ngadahar kadaharan tina béas. Nya nyobaan ganyol, taleus, jeung hajeli pikeun gantina. Tapi teu kuat lila, nu antukna pindah kana sampeu nepi ka kiwari. Pantes rék kituna téh, da puguh Cireundeu mah wewengkonna kurang cocog pikeun nyawah. Malah cenah lamun melak paré, komo nincak katiga, sok gagal waé, cai téh ngadak-ngadak saat. Teu nanaon teu boga huma asal boga paré, teu boga paré asal boga béas, teu boga béas asal ngéjo, teu ngéjo asal dahar, teu dahar asal hirup, mangrupa palsapah Cireundeu dina mertahankeun hirup ku jalan néangan alternatif kadaharan pokok (béas) ku sampeu. Mémang ngadahar sangu lain pantrangan, tapi wuwuh geus jadi kabiasaan kana sampeu, cenah, kiwari masarakatna loba nu jarijipen, malah loba nu nyareri beuteung lamun geus ngadahar sangu téh.


Konsep:
Nulis Pedaran
Ayeuna urang diajar nulis pedaran. Tapi saméméhna, naha hidep kungsi maca hiji katangtuan nulis pedaran nu hadé? Sangkan tulisan urang hadé, nulisna lancar, sarta kaharti eusina ku nu maca, perlu urang merhatikeun katangtuan dina nyusn hiji tulisan. Pén tengetan ieu sawatara hal penting di handap.

(1)      Nangtukeun Téma, Topik, jeung Judul
Téma : pokok pasualan atawa bahan nu rék ditulis (dipedar)
Judul : beungeutna hiji karangan
Upama téma mah ambahan (ruang lingkup) ngeunaan pasualan atawa bahan nu rék ditulis, sedengkeun judul mah pedaran awal (pituduh singget) eusi karangan nu rék ditulis. Téma mangaruhan kana wawasan nu nulis. Leuwih loba maca, nu nulis bakal leuwih loba bahan nu bisa ngadeudeul kana bahan nu rék ditulis dumasar éta téma.

(2)      Nangtukeun Téma
Sawatara hal penting sangkan téma nu diangkat gampang dimekarkeunana, di antarana:
a.    ulah nyokot téma nu pedaranana lega teuing
b.   pilih téma nu dipikaresep sarta kira-kira ku bisa dimekarkeun;
c.    pilih téma nu sumber atawa bahan-bahana bacaanana babari dipaluruhna.
Saupama téma geus ditangtukeun, satuluyna dipedar jadi hiji wangun karangan nu ngaguluyur tur sistematis. Salah sahijina ku cara nangtukeun heula judul karangan. Ari judul karangan nu hade nya éta nu ngagambarkeun sakabéh eusi karangan nu rék ditulis.

(3)      Nangtukeun Topik - Judul
       Nangtukeun judu karangan
       Nangtukeun naon masalahna, naha, kumaha, di mana, jeung iraha.
       Judul minangka jabaran tina topik.
       Judul leuwih husus (spesifi k) jeung ngagambarkeun masalah atawa variable nu      bakal dipedar
       Judul teu kusu sarua jeung topic. Saupama topik sakaligus jadi judul, sipat éta        karangan biasana umum jeung ambahana leuwih lega.
       Judul ditulis sanggeus ngagarap téma, sangkan kajamin éta judul cocog jeung         eusina;
       Judul nu hade bakal ngirup nu maca neuleuman eusina;
       Judul ngan ukur nyebutkeun ciri-ciri nu pentingna wungkul, nepi ka nu maca bisa   ngabayangkeun halhal naon nu bakal kabaca dina éta tulisan.

(4)      Sarat judul yang baik
      Judul kudu luyu atawa relevan jeung téma atawa topic
      Judul kudu nimbulkeun kapanasaran jalma hayang maca éta karya
      Judul kudu singget, ulah dina wangun kalimah atawa prase panjang tapi kudu ngawangun kecap atawa beungkeutan kecap nu singget
      Upama kudu nyieun judul nu panjang, ciptakeun judul utama nu singget, tuluy judul tambahan nu panjang.
      Judul ulah provokatif.

(5)      Tujuan Nulis
Sangkan teu ka mana-mendi, urang ogé perlu nangtukeun tujuan nulis. Tujuan nulis bisa dirumuskeun, upamana pikeun ngabéjakeun, pikeun manggihkeun, pikeun ningkatkeun, pikeun ngadalikeun, pikeun nganalisis, pikeun nambahan atawa ngurangan, jeung sajabana.

(6)      Nagumpulkeun Bahan
Sanggeus nangtukeun tujuan, satuluyna nangtukeun bahan. Rupa-rupa cara ngumpulkeun bahasan tulisan, di antarana maca Koran, majalah, nanyakeun ka narasumber. Cindekna mah unggal panulis ngabogaan cara masingmasing dina ngumpulkeun bahasa nu rék ditulisna.

(7)      Milah-milah bahan
Sanggeus boga bekel bahan, tuluy éta bahan téh dipilah-pilah, dipasing-pasing. Pilih mana nu penting, mana nu kudu ditulis leuwih ti heula jeung mana nu dipandeurikeun. Ngan ulah poho, cokot bahan-bahan anu luyu jeung téma karangan nu geus ditangtukeun. Cindekna, catet hal-hal penting, maca dijadikeun hiji kabutuhan, loba diskusi nu positip pikeun nambahan wawasan.

(8)      Nyusun Rangkay Karangan
Bekel karangan nu meunang milih téh tuluy disusun dina wangun rangkay karangan. Susun saléngkah saléngkah. Léngkah mana nu rék diheulakeun jeung bahan mana nu rék diasupkeun. Kitu satuluyna nepi ka ngawujud rangkay karangan. Ku cara kitu urang bakal bisa nulis kalawan museur (focus) tur ngaguluyur sarta kaukur.






Wamgum Tulisan Bahasan
Cara nuliskeun tulisan bahasan téh rupa-rupa wangunna. Sangan leuwih paham, di handap dipedar wangun tulisan bahasan, di antarana:
a.      Arguméntasi (Persuasi)
Arguméntasi (Persuasi) téh wacana nu eusina ngajéntrékeun jeung nerangkeun bener henteuna hiji perkara dumasar kana alesan nu kuat, nepi ka bisa percaya jeung ngahudang pamaca pikeun milampah hiji pagawéan.
b.      Déskripsi
Déskripsi téh tulisan nu ngagambarkeun objék, tempat, atawa kajadian sacara jéntré ka pamaca, tepi ka pamaca siga nu ngarasakeun langsung éta kajadian nu digambarkeun dina wacana.
c.       Narasi
Narasi téh nu nyaritakeun lumangsungna hiji kajadian ti mangsa ka mangsa kalawan ngaruntuy tur runut.
d.      Éksposisi
Éksposisi téh wacana nu eusina ngajéntrékeun tur medar hiji objék, prosésna, tujuanana jeung gunana.
Tulisan bahasan mah ilaharna sok maké wangun tulisan campuran contona déskripsi jeung narasi atawa narasi jeung arguméntasi. Pikeun nangtukeun hiji tulisan kaasup kana jenis karangan naon, tingali baé sabagian gedé cara nulisna atawa eusina.

Maham Struktur Bahasan
Struktur tulisan bahasan diwangun ku bubuka, eusi, jeung panutup. Bubuka minangka bubuka atawa panganteur tulisan. Bisa ku nerangkeun gambaran tempat, nyaritakeun naon-naon anu rék dipedar, atawa nyaritakeun perkara séjén nu patalina jeung bahasan pikeun babandingan.
Bagian eusi mah nyaritakeun inti bahasan. Sedengkeun bagian panutup minangka pamungkas tulisan bahasan. Bisa ku kacindekan, harepan ka hareupna, jeung nyaritakeun kaayaan kiwari boh nu hadé boh nu goréng pikeun ngirut pamaca.



PAMALI jeung SANGET
Diropéa tina Ésséy Cécé Hidayat,
nu dimuat dina Majalah Cupumanik
            Anak, sacara kodratna lahir dina kaayaan suci bersih lir kapas nu nyacas bodas. Rék jadi hideung, rék jadi beureumna téh kapan kumaha kolotna. Cara dina keretas téa mah budak téh lir keretas bodas tulisaneun. Rék ditulisan ku nu rocét atawa ku nu rapih, gumantung ka nu nulisanana. Sakumaha dina ajaran Islam gé aya hadis nu nerangkeun yén orok gubragna ka alam dunya dina kaayaan suci bersih, rék di-Islamkeun, di-Nasranikeun, atawa di-Majusikeun téh gumantung indung jeung bapa, nu jadi kolotna. Kolot boga kawajiban nangtukeun pikaharéup­eun anakna. Rék sina hadé, rék sina goréng, rék Islam, Nasrani, atawa Majusi kumaha kolot nu ngurus jeung ngatik ngadidikna. Di dieu, pangaruh kolot téh gedé pisan dina lebah nangtukeun atikan jeung didikan ka nu jadi anak.
            Jaman baheula, para karuhun Sunda tétéla geus boga padika keur nangtukeun papagon hirup anak incu buyut turunanana. Ajaran atawa papagon hirup nu kitu téh ceuk istilah populérna mah disebut “Kearifan Tradisi” atawa aya ogé nu sok nyebut “Kearipan Lokal” téa. Nya éta sarupaning ajaran, aturan, padika, tetekon, papagon hirup jeung palasipah hirup nu asalna tina “luang ti papada urang”. Cindekna gumelarna kawijakan hirup nu turun-tumurun téh biasana ngeunteung tina alam sabudeureun. Contona mangrupa babasan, paribasa, kapamalian, uga, cacandran, sanget, rupa-rupa upacara adat, jampé-jampé, paparikan-sisindiran, jeung sajabana. Eusina leubeut ku rupaning silib, sindir, siloka, simbul, jeung sasmita.
            Konsép atikan kolot baheula, najan bisa waé can paamprok jeung ajaran Islam, tapi geuning dina enas-enasna mah geus ngamalkeun ajaran Islam. Contona lebah konsép “Amar ma’ruf nahiy munkar”, kapan kolot urang, Karuhun Sunda geus wawuh jeung éta konsép. Aya ajaran panyaram lampah salah jeung pangjurung lampah bener, nu nyampak dina babasan jeung paribasa. Upamana dina lebah nyaram lampah salah, dina babasan-paribasa nyampak mangpirang-pirang conto anu eusina nyaram. Saperti: Ulah biwir nyiru rombéngeun, ulah gindi pikir belang bayah, ulah kabawa ku sakaba-kaba, ulah cul dogdog tinggal igel, ulah nangkeup mawa eunyeuh, jeung sajabana. Kitu deui dina lebah nitah milampah hadé, kapan réa babasan jeung paribasa nu eusina nitah migawé bener atawa rupa-rupa kahadéan. Saperti: kudu hadé gogog hadé tagog, kudu leuleus jeujeur liat tali, kudu ngadék sacékna nilas saplasna, kudu landung kandungan laer aisan, jeung réa-réa deui.
            Kolot urang baheula, saréngkak jeung saparipolahna téh éstuning tarapti jeung ati-ati. Lebah nerapkeun ajaran atawa atikan ka budak tara ku cara togmol atawa langsung nerag. Tapi sok dibalibirkeun ku rupaning dongéng-dongéng pieunteungeun, dongéng-dongéng bangsa jurig jeung dedemit, atawa ku nyieun aturan-aturan panyaram nu disebut Pamali.
            Kecap pamali nurutkeun Kamus Umum Basa Sunda LBSS (1994) mah cenah sagala hal anu sok aya matakna nurutkeun kapercayaan karuhun, saperti ulah sok lalangiran, pamali! matak ditinggalkeun maot ku indung; ulah sok diuk dina lawang panto, pamali! matak nongtot jodo. Ari cék RA Danadibrata mah nu disebut pamali téh nyaéta larangan sepuh urang anu maksudna teu meunang ngalakukeun hiji pagawéan lantaran sok aya matakna.
            Cindekna pamali téh sarupaning pantrangan-pan­trangan anu kudu dijauhan, anu teu meunang dipilampah, sabab lamun dirémpak bakal nimbulkeun mamala. Jadi mun budak rék milampah hiji pagawéan anu teu parok jeung aturan kolot, kolot urang baheula cukup nyebut “teu meunang, pamali, bisi matak anu…” Ku kitu gé, budak téh sok tara loba tatanya deui, éstuning nurut wé da maksudna kalawan lantip tur surti ku kolotna geus dibéjaan. Basana gé cukup ku “Ulah kitu sabab bisi kitu”. Eusina siga nu nyingsieunan, padahal disatukangeun lalangsé éta panyaram téh aya maksud anu nyamuni, anu kudu disurahan, anu kudu dipikiran deui. Tah bakal kaharti jeung kabukana rasiah éta silib, sindir atawa siloka dina éta kapamalian téh lamun budakna geus jadi jelema sawawa, geus mikir déwasa, geus loba luangna.
            Tétéla geuning aya maksud di satukangeun lalangsé kecap pamali téh. Di dinya nyampak ajaran tradisional nu kudu disurahan kalawan wijaksana. Pantrangan-pantrangan nu patali jeung maké tur ngagunakeun tutuwuhan atawa sasatoan. Sasatna lain teu meunang tapi ngatur sangkan ulah dibéakeun. Jantung cau upamana, kapan éta téh pibabakaleun buah cau, lamun jantungna diala terus dipaké kadaharan saméméhna, meureun moal jadi buah. Atuh moal aya buah cau. Tah éta téh hiji gambaran yén kolot urang baheula mah wijaksana jeung nyaah ka alam sabudeureun. Sagala nu nyampak di alam téh keur manusa, tapi teu meunang sagawayah maké jeung ngagunakeunana, kudu maké aturan. Ku aturan nu sifatna teu tinulis saperti pamali téa ge geus cukup, da masrakat harita kukuh pengkuh, tuhu jeung taat disiplin kana aturan nu geus dijieunna.
            Kecap pamali ogé tétéla ampuh pikeun ngaraksa jeung ngariksa kalumangsungan lingkungan alam sabudeureun. Kecap pamali bisa nyegah pagawéan anu bakal ngabalukar­keun ruksakna lingkungan. Upamana pikeun ngaraksa jeung ngariksa leuweung, masarakat Sunda buhun, kolot urang baheula, nyieun aturan mana leuweung anu meunang disaba, jeung mana leuweung anu teu meunang disaba. Nya aya aturan nu ngabagi babagian leuweung jadi leuweung larangan jeung leuweung tutupan nu dipahing diganggu, komo deui diruksak mah. Ngan wungkul leuweung nu teu kaasup leuweung larangan jeung leuweung tutupan anu meunang disaba sarta dicokot mangpaatna. Jadi, asup ka leuweung tutupan jeung leuweung larangan mah pamali pisan, sabab mun dirémpak bakal nimbulkeun mamala. leu téh éstuning wijaksana jeung cerdas, sabab geuningan karuhun urang, kolot baheula geus ngalaksanakeun konsép konservasi leuweung anu ngalestarikeun leuweung katut pangeusina. Kaharti ku akal, kapan nya leuweung nu jadi sumber nyimpen cai jeung nyegah tina bencana alam banjir atawa longsor téh. Sabab mun leuweungna ruksak, sumber cai jeung sumber alam, flora katut fauna nu aya di leuweung bakal ruksak nepi ka béakna.
            Aya conto séjén anu patali jeung ngatur, ngajaga, ngaraksa jeung ngariksa tutuwuhan nu nyampak di alam. Upamana dina lebah nuar tatangkalan, boh kai, boh awi. Karuhun urang pantrang ngalakukeun dina 2 poé nu dianggap sakral nyaéta poé Salasa jeung poé Jumaah. Naon sababna? Kapan poé Salasa téh sok dipaké poé pasar, ari poé Jumaah, kapan poé ibadah umat Islam, ngalaksanakeun sholat Jum’ah. Lamun unggal poé dina saminggu di­wenang­keun kitu waé nuar awi atawa kai, meureun bakal béak sagala tatangkalan téh, pangpangna ari awi jeung kai mah sok dipaké bahan keur nyieun imah. Pon kitu deui dina cara nuar awi, teu meunang sagawayah tapi kudu dipilih tina dapuran awi anu pangjerona, anu umur awina geus kolot, sabab lamun nu ngorana dituaran atuh bakal tumpur. Dina ngala kawung ogé, anu méh saban bagian ngabogaan mangpaat, karuhun urang teu sagawayah ngagasab tangkal kawung, tapi diatur ku tata titi nu rintih maké upacara adat, ngahoramat kanu dianggap ngageu­geuh­na. Balukarna tara aya tangkal kawung nu wani-wani diruksak, malah diraksa jeung diriksa da ngahasilkeun lahang pigulaeun. Kitu deui cara melak pepelakan, cara paré di sawah atawa di huma teu sagawayah, tapi diatur ku papagon-papagon adat tradisi, ku cara maké upacara adat.
            Lian ti kapamalian, pikeun ngaraksa jeung ngariksa lingkungan alam sabudeureun, pangpangna tempat dimana nyampak sumber huluwotan cai, anu biasana mah sok dibarung ku ayana tatangkalan kai anu galedé, kolot urang baheula nyieun aturan atawa papagon ku cara nyebutkeun yén éta tempat téh SANGET. Ari sanget téh hartina dina éta tempat aya sabangsaning jurig atawa dedemit anu ngageugeuh. Lamun digunasika atawa diganggu komo deui diruksak mah, tangtu jurig nu ngageugeuh éta tempat bakal mawa mamala. Ku cara kitu gé éta tempat téh aman, tara aya nu wani-wani ngadatang­an, sok komo ngaruksak atawa nuar kaina mah. Harita mah dikitukeun téh percaya wé. Ku aturan ayana jurig nu ngageugeuh nepi ka meunang sebutan sanget téa, sumber-sumber alam nu nyampak di dinya jadi aman. Sirah cai atawa huluwotan cai teu diganggu, kitu deui tatangkalan­ana ogé aman. Sabalikna lamun éta sumber cai jeung kaina diruksak ku cara dibabad dituaran, geus tangtu caina bakal orot, malah nepi ka saatna pisan gé teu mustahil.
            Sigana, urang nu hirup di alam kiwari kudu ngimpleng mikiran deui papagon-papagon kolot baheula nu geus puguh benerna jeung puguh hadéna, lebah miara jeung ngalestarikeun alam mah. Ulah aya basa katinggaleun jaman, atawa dianggap kuno. Sapanjang aya mangpaatna jeung gedé gunana keur kahirupan, naon salahna mun éta papagon-papagon kolot baheula téh ditulad. Paling copelna, dipaké eunteung pikeun mangsa pikaharéupeun, supaya anak incu generasi sapandeurieun urang salamet.
Mangga nyanggakeun…! Wallahu ‘alam bishawab… Cag!



MIKAWANOH FOLKLOR

            Istilah folklor digelarkeun ku William John Thoms, hiji ahli kabudayaan klasik ti Inggris. Sacara étimologi, Folk hartina koléktif atawa sakumna, sedengkeun Lore hartina Tradisi. Harti folklor sagemblengna numutkeun Dananjaya (1997:2) nya éta hiji kabudayaan koléktif, nu sumebar jeung diwariskeun turun-tumurun boh dina wangun lisan, atawa nu diwujudkeun kana wangun gerak atawa isyarat jeung alat bantu.
            Sedeng numutkeun Iskar dina koran Pikiran Rakyat (22 Januari 1996), folklor téh mangrupa kajian kabudayaan rakyat nu ditalungtik unsur matéri jeung unsur non-matérina, nu di jerona ngawengku perkara kapercayaan rakyat, adat kabiasaan, pangaweruh tradisional, basa rakyat, ungkara tradisional, patalekan tradisionalkasastraan rakyat, kawih-lagu-tetembangan rakyat, musik rakyat, tarian jeung drama rakyat, kasenian rakyat, jeung sakumna seni karakyatan.
            Aya sawatara Fungsi Folklor. Di antarana nya éta:
1.      Salaku Sistem Proyéksi, nya éta salaku gambaran hiji masarakat nu tangtu
2.      Salaku Sistem Pranata Kabudayaan, nya éta ciri ayana hiji kabudayaan
3.      Salaku Sistem Atikan, nya éta alat pangajaran masarakat
4.      Salaku Sistem Kadali Masarakat, nya éta ajén-ajén norma nu kudu dilaksanakeun ku anggota koléktifna

Papasingan Folklore
            Folklor dina masarakat Sunda sarua jeung folklor-folklor di daérah séjén, kabagi kana tilu wangun nya éta Folklor Lisan (Verbal Folklore), Folklor Satengah Lisan (Partly Folklore), jeung Folklor Non Lisan (Nonverbal Folklore)
1.      Folklor Lisan
Nu kaasup kana folklor lisan di antarana: Carita Prosa Rakyat (Dongéng), Puisi Rakyat (Mantra, Carita Pantun, Wawacan, jsb), Basa Rakyat (dialék atawa logat; Indramayu, Banten, Cirebon, Kidul, jsb. Basa wewengkon; Bogor, Banten, Kuningan, Cianjur, jsb.), Ungkara Tradisional (babasan, paribasa, mamanis basa, jsb), Patalekan Tradisional (sisindiran jeung tatarucingan), Lalaguan Rakyat (kawih jeung tembang, kawih barudak, lalaguan gondang, lalaguan calung, kawih sawér, jsb)
2.      Folklor Satengah Lisan
Nu kaasup kana folklor satengah lisan di antarana: Sistem Kapercayaan Rakyat, Kaulinan jeung Hiburan Rakyat, Pagelaran Rakyat (Gending Karésmén, Wayang Golék, Sandiwara, Réog, Calung, Longsér, jsb), Tari-tarian Rakyat (Tayub, Ronggéng, Topéng, jsb), Adat atawa Tradisi Rakyat (Tatanén, Pepelakan, Panén, Moro, Ngariksa nu kakandungan, Nyunatan, Kawinan, Ruwatan, jsb), Pésta atawa Hajat Rakyat (Hajat Buka jeung Sérén Taun, Hajat Laut, Hajat Bumi, Mubur Sura, jsb)
3.      Folklor Non Lisan
Folklor Non Lisan dipasingkeun kana dua wangun, nya éta:
a.         Folklor Matéril
Nu kaasup kana Folklor Matéril di antarana nya éta: Arsitéktur Rakyat, Seni Kerajinan (anyaman, patung, cocooan, jsb), Pakaya jeung Rarangkén/Perhiasan (kabaya, kamprét, totopong, kandéron, giwang, kongkorong, totopong, kelom geulis, jsb), Ubar-Ubar Tradisional, Dahareun jeung Inumeun Tradisional (opak, raginang, ulén, awug, dodongkal, wajit, surabi, ali agrem, lahang, goyobod, bajigur, bandrék, jsb), Alat-Alat Musik (kacapi, suling, angklung, calung, dogdog, celempung, terebang, jsb), Pakakas jeung Pakarang (Rumah Tangga: nyiru, dingkul, ayakan, sirib, dulang, jsb. Alat Tatanén: pacul, parang, wuluku, garu, koréd, bedog, jsb. Pakarang: tumbak, paser, katepél, sumpit, badi, kujang, jsb), Kaulinan Rakyat (ucing sumput, éngklé-éngkléan, sondah, sapintrong, congklak, panggal, galasin, jsb)
b.        Folklor Non Matéril
Nu kaasup kana Folklor Non Matéril di antarana nya éta: Basa Isyarat (ngahéot, ngacungkeun indung leungeun atawa peureup, gideug, jsb), jeung Laras Musik (saléndro, pélog, dedegungan, madenda, jsb)

           


Sistem Kapercayaan Rakyat (SKR)

            Alan Dundes, salasahiji ahli folklor dunya méré wangenan yén Sistem Kapercayaan Rakyat (SKR) téh nya éta: “hiji ungkara tradisional tina hiji atawa leuwih SARAT, jeung hiji atawa leuwih AKIBAT; sawatara tina sarat-saratna misipat TANDA, sedeng nu séjénna deui mangrupa SABAB” (Dundes, 1961: 25-26).


Fungsi SKR
            Fungsi nu paling utama tina sistem kapercayaan rakyat, nya éta pikeun mekarkeun émosi jeung ngaronjatkeun ajén kaagamaan atawa kapercayaan, pangraksa adat-talari paranti karuhun, alat pangajaran masarakat, tatakrama alam, jeung pikeun alat kadali masarakat.

Papasingan SKR
            Wayland D. Hand dina bukuna The Frank C. Brown Collection of North Carolina Folklore mapasingkeun SKR kana opat golongan:
1.      SKR di sabudeureun lingkungan hirup manusa.
2.      SKR ngeunaan hal gaib.
3.      SKR ngeunaan alam.
4.      SKR séjénna di luar nu tilu.

Papasingan jeung Wengkuan SKR
1.      SKR di sabudeureun lingkungan hirup Manusa
Di antarana ngawengku kana: kakandungan, babaran, adat ngurus nu maot, awak manusa, kalakuan kurang hadé, kadaharan, inuman, cinta-bobogohan-kawin, Indit-inditan, jsb.

2.      SKR ngeunaan hal Gaib
Di antarana ngawengku kana: kasaktian, élmu-élmu gaib, jurig, ririwa, siluman, lelembut, karuhun, alam gaib, alam bunian, nu ‘ngageugeuh’, jsb.
3.      SKR ngeunaan Alam
Di antarana ngawengku kana: sato, cuaca, tutuwuhan, tatangkalan, jsb
4.      SKR séjénna di luar nu tilu
Di antarana ngawengku kana: ngimpi atawa impian, ilapat, pirasat, kila-kila, jsb


Sawatara Conto SKR
            Di luhur geus ditétélakeun yén wengkuan SKR téh kacida lobana. Di handap ieu dicutat sawatara conto tina SKR, nu patalina jeung awak manusa, kalakuan kurang hade, jeung sato.
1.         SKR nu patali jeung Awak Manusa:
-       Lamun kekerenyedan halis kénca, cenah bakal papanggih jeung dulur atawa sobat
-       Lamun kekerenyedan biwir kénca, cenah bakal aya pipaséaeun atawa bakal paraséa
-       Kekerenyedan mata kénca, cenah bakal ceurik
-       Kekerenyedan mata katuhu, cenah bakal papanggih jeung nu dipiasih
-       Kekerenyedan leungeun katuhu, cenah bakal meunang milik (rejeki/duit)
-       Lamun ceuli kénca ngahiung, cenah tandana aya nu ngomongkeun kagoréngan
-       Lamun bersin atawa ragrag halis, cenah tanda aya nu inget ka urang
-       jsb
2.         SKR nu patali jeung Kalakuan Kurang Hadé, di antarana:
-       Awéwé teu meunang ngadahar tungir hayam, cenah bisi diwayuh
-       Awéwé teu meunang ngadahar sambel dina coét, cenah bisi laki-rabi ka aki-aki
-       Lalaki teu meunang meuleum/ngaduruk cau, cenah bisi impotén
-       Teu meunang kiih dina durukan, cenah bisi jeungjeuriheun
-       Teu meunang lalangiran, cenah bisi maot indung
-       Teu meunang diuk dina bantal, cenah bisi bisul
3.         SKR nu patali jeung Sato/Sasatoan, di antarana:
-       Lamun manuk koréak/suit uncuing disada, cenah tanda bakal aya nu maot
-       Lamun ngedéngé sora bancét di deukeut lawang panto, cenah tanda bakal aya maling
-       Lamun tokék disada gasal, cenah tanda aya jurig di deukeut imah
-       Lamun tokék disada jangkep, cenah tanda urang bakal meunang milik
-       Lamun anjing babaung ti peuting, cenah hartina éta anjing ningali jurig
-       Jsb



MATERI 3 : RESENSI


Fakta:
Di handap ieu conto téks résénsi film. Pék baca sing gamet!
FILM SOEKARNO
Tarékah Numuwuhkeun Sikep Nasionalismeu Kaom Rumaja

Judul               : SOEKARNO
Génré              : Drama History
Sutradara         : Hanung Bramantyo
Produser          : Raam Punjabi
Studio             : Dapur Film
Distributor       : MVP Picture, Mahaka Picture, jeung Dapur Film
Durasi              : 137 menit
Rilis                 : 11 Désémber 2013
Basa                : Indonésia
Aktor/Aktris   : Ario Bayu (salaku Soekarno); Lukman Sardi (salaku Hatta), Tanta Ginting (salaku Sjahrir); Tika Bravani (salaku Fatmawati); Maudy Koesnaédi (salaku Inggit Garnasih)

RINGKESAN (Sinopsis)
Mun lalajona di bioskop, méméh der pilem diputer, nu lalajo diajak nyanyikeun lagu kabangsaan “Indonésia Raya” bari ngadeg. Sanggeus nu lalajo dariuk deui dina korsina séwang-séwangan, karék pilem diputer.
Dumasar kana sinopsis dina website resmi pilem Soekarno, dina lalakon [ilem “Soekarno: Indonésia Merdéka!”, dicaritakeun yén saméméhna mah ngaran Soekarno téh Kusno. Awakna begang jeung ririwit. Ku bapana, ngaran Kusno téh diganti jadi Soekarno. Dina umur 24 taun, Soekarno bisa ngageunjleungkeun podium ku ngagorowok: Kita Harus Merdeka Sekarang! Akibatna, Soekarno dibérok, kalayan tuduhan ngahasut jeung ngabaruntak siga komunis. Tapi, kawani Soekarno henteu pareum, kalah leuwih ngebébéla. Soekarno wani ngagugat. Plédoina anu kakoncara nyaéta: Indonesia Menggugat ku ayana peristiwa “Indonésia Menggugat”, Soekarno diasingkeun ka Éndé, sarta satuluyna dipindahkeun ka Bengkulu.
Di Bengkulu, Soekarno reureuh saheulaanan tina pulitik. Dina mangsa harita, Soekarno kagémbang ku wanoja ngora nu ngaranna Fatmawati (18 taun). Padahal harita Soekarno statusna masih kénéh salaki Inggit Garnasih; wanoja anu umurna leuwih kolot ti Soekarno, nu salawasna sok ngabéla tur satia ngarojong kana perjoangan Soekarno. Antukna, Inggit kudu iklas nangénan salakina kagémbang deui ku wanoja séjén.
Di satengahing konflik rumah tanggana, Jepang datang ngamimitian peperangan Asia Timur Raya. Belanda taluk ku Jepang. Belanda anu saméméhna dianggap ngawasa, antukna bobor karahayuan ku Jepang. Orokaya, ari Hatta jeung Sjahrir, lawan pulitik Soekarno, ngingetan ka Soekarno yén Jepang téh euweuh bédana jeung Belanda. Sarua rék meres jeung ngajajah.
Tapi, Soekarno mibanda cara nyawang nu béda. “Lamun urang calakan, urang bisa ngamangpaatkeun Jepang pikeun narékahan kamerdékaan Indonésia.” Kitu ceuk Soekarno. Harita Hatta kapangaruhan, tapi Sjahrir mah henteu. Sabab, nurutkeun Sjahrir, lamun daék ngayakeun rukun gawé jeung Jepang, hartina mosisikeun Indonésia jadi bagian tina fasisme, balukarna baris dimusuhan ku Amérika-Inggris-Australia. Soekarno noyod, da ngarasa yakin Indonésia bisa merdéka ku cara rukun gawé jeung Jepang.
Soekarno babarengan jeung Hatta, narékahan cita-cita jeung perjoangan sangkan Indonésia merdéka. Réa barudak ngora anu sapuk ka Sjahrir, nyebutkeun yén Soekarno-Hatta minangka kolaborator, ngajual bangsa sorangan ka leungeun fasis. Tapi sakalo deui, Soekarno mibanda sawangan anu béda. Antukna, najan dina kaayaan konflik kitu, ku lantaran ku perjoangan saréréa, antukna Soekarno-Hatta meroklamirkeun kamerdékaan Indonésia dina tanggal 17 Agustus 1945. Monéntum ieu pisan nu dianggap hasil tna perjoangan Soekarno jeung sobat-sobatna.

KAPUNJULAN JEUNG KAHÉNGKÉRAN
Di antara pilem-pilem Indonésia anu dirilis dina taun 2013, pilem Soekarno téh kaasup genre pilem drama-history. Ieu téh kaitung genre anu nenggang di antara pilem-pilem di Indonésia. Apan geus pada maphum, pilem-pilem di Indonésia karéréanana nyaritakeun perkara jurig. Hartina, pilem Soekarno saeutik lobana geus hasil ngasongkeun perkara anyar dina kamekaran pilem Indonésia. Geura wé, latar carita diwewegan ku properti anu nyurup kana kasang tukang taun 40-an, kayaning mobil antik, motor antik, wangunan imah, tug nepi ka dangdanan tokoh-tokohna. Kitu deui najan basa nu dipaké ku tokoh-tokohna dina basa Indonésia, tapi katitén aya usaha anu daria pikeun ngasupkeun kosa kecap anu dipaké dina taun 40-an. Malah dina sawatara adegan direumbeuy ku basa Jawa, Walanda, jeung Jepang. Teu wudu bisa ngawewegan kana karakter tokoh-tokohna.
Tapi najan kitu, sakumaha pilem-pilem Indonésia séjénna, pilem Soekarno masih ngasongkeun galur carita anu gampang diteguh atawa babari kabadé ku nu lalajo. Asa jauh kénéh jeung galur anu meulit tur ngarancabang kawas dina pilem-pilem Hollywood. Kitu deui tokoh Soekarno, loba digambarkeun ngemu kabingung (gloomy). Katurug-turug éfék cahaya pilem anu kalolobana poék lantaran ngaluyukeun kana llatar 40-an, kesan Soekarno ngemu kabingung leuwih katara. Padahal harepan mah, ieu pilem téh bisa ngagambarkeun karakter anu kuat, tapi aya sawatara adegan anu kurang keuna. Upamana adegan ayana konflik rumah tangga antara Soekarno-Inggir Garnasih-Fatmawati, teu kudu diékspos kaleuleuwihi. Atuh hubungan Soekarno jeung wanoja Walanda, ieu gé teu kudu diékspos. Ceuk pangrasa, tokoh Soekarno kuduna digambarkeun minangka pamingpin anu mibanda pamor jeung komara anu kungsi diajénan ku masarakat dunya. Cindekna, garapan pilem Soekarno masih kénéh muad kana konvénsi pilem-pilem Indonésia nu geus aya, jauh kénéh kana garapan apik kawas pilem-pilem Hollywood.
Luyu jeung genre drama-history, pilem Soekarno geus hasil némbongkeun fakta-fakta sajarah anu salila ieu can pati kauger, upamana dina pilem dicaritakeun tokoh Riwu, anak kukut Soekarno jeung Inggri Garnasih. Sacara umum, pilem Soekarno katitén digarap kalayan daria. Lian ti geus némbongkeun katapis sutradara Hanung Bramantyo, ogé sacara teu langsung geus hasil nepikeun ajén-inajén kasajarahan bangsa Indonésia ka barudak rumaja ngaliwatan média pilem. Di sagédéngeun kitu, bawirasa népakeun sikep nasionalisme ka barudak rumaja di jaman kiwari, leuwih keuna maké média pilem tinimang ngajejelan buku-buku sajarah anu kandelna kabina-bina.

Medar Perkara Résénsi
Résénsi téh nya éta salasahiji wangun karangan nu gunana kanggo ngémbarkeun karya nu anyar medal, boh buku boh film. Tangtos kangaranan ngémbarkeun, kedah maparin warta atanapi informasi anu leres tur jembar patali sareng eusi buku atanapi film anu dirésénsi téa. Ku kituna, eusi résénsi téh kedah ngawengku sagemblengna eusi buku atanapi film téa. Sanaos résénsina pondok margi kawatesanan ku rohangan rubrik dina hiji kalawarta (pami dimuat dina kalawarta), tapi eusina mah kedah tetep mundel tur ngawengku sadaya pedaran dina buku atanapi film téa.
Sajabi ti ngémbarkeun sadaya pedaran buku atanapi film, résénsi ogé kedah ngawartakeun perkawis kapunjulan sareng kahéngkéran buku atanapi film téa. Ku cara kitu, balaréa janten uninga, copélna gurat badagna kapunjulan sareng kahéngkéranana téa. Sabada uninga, balaréa janten nimbang-nimbang sareng ngajén, nu antukna tiasa mutuskeun, naha peryogi atanapi henteu, mibanda ogé maos atanapi nongton buku atanapi film nu anyar téa.
Sajabi ti buku sareng film, karya sanésna anu tiasa dirésénsi di antawisna album lagu atanapi kasét. Kantenan kasét mah murudul pisan medalna téh, méh saban minggu dina saban wanda teu weléh aya, boh lagu-lagu Barat, Indonésia, boh lagu Sunda. Tangtos éta ogé minangka lahan anu lega kanggo para panulis enggoning ngagelarkeun karya résénsina.
Aya sawatara hal anu peryogi di perhatoskeun dina ngarésénsi, sajabi ti kedah ngawartakeun sadaya eusi, ngungkab kapunjulan sareng kahéngkéran (sanaos sakolébatan, margi ari pedaran kapunjulan sareng kahéngkéran anu langkung teleb mah aya dina pedaran kritik, boh kritik sastra boh kritik film), ogé yén buku, film atanapi kasét anu dirésénsi téh kedah anu panganyarna, malih langkung saé nu teu acan dirésénsi ku nu sanés.
Tangtos waé pasaratan utamina mah, yén sateuacan ngarésénsi téh kedah maos, nongton atanapi ngadangukeun heula karya anu badé dirésénsi, malih kedah langkung ti sawangsulan, supados langkung paham sareng tenget kana eusi karya anu baris dirésénsi téa.
Anapon raraga atanapi rangkay karangan wangun résénsi, tiasa dibasajan sapertos ieu di handap:
1.      Nataan idéntitas karya nu dirésénsi, kayaning judul, pangarang/artis/sutradara, pamedal, jumlah kaca/jumlah lagu/durasi, taun medal, sareng pangaos.
2.      Bubuka,  tiasa ngawahan tina pangaweruh nu sipatna umum, tapi kedah nyambung sareng eusi karya nu dirésénsi .
3.      Eusi, nyaéta nataan tur medar bab demi bab, judul demi judul, lagu demi lagu, épisodeu demi épisodeu, karya nu dirésénsi.
Panutup, nyaéta kacindekan tina karya nu dirésénsi. Éusina kedah nuduhkeun kapunjulan sareng kahéngkéran éta karya (sajorélatan), sareng kedah ngagambarkeun naon untungna upami ngaprésiasi, ngagaduhan, atanapi mésér éta karya. Resensi téh ngabogaan harti salaku hiji karangan faktual (nonfi ksi) ngeunaan hiji masalah sacara lengkep, anu panjangna teu tangtu, pikeun dimuat di media massa. Resensi kaasup kategori tulisan views (sawangan, nyaéta tulisan anu eusina sawangan, ideu, opini, kumaha nu nulis ngajén kana hiji masalah atawa kajadian.

Struktur Résénsi
Nilik akan wangunna, biasana résénsi téh miboga opat struktur. Sangkan leuwih tétéla baca pedaranana ieu di handap:
1.      Idéntitas Karya
Idéntitas karya biasana nataan idéntitas utama hiji karya. Dina résénsi pilem, ditataan judul pilem, sutradara, produser, taun rilis, aktor/aktris, jsté. Anapon dina résénsi buku, ditataan judul buku, pangarang, pamedal (penerbit), taun medal, jumlah kaca, jsté. Bagian ieu penting kacida, lantaran eusina formatif pisan keur nu maca atawa nu lalajo.
2.      Ringkesan Carita (Sinopsis)
Dina résénsi buku, ieu bagian eusina ngaguar ringkesan eusi buku. Biasana ditataan unggal bab. Mun nu dirésénsina buku novél, biasana diringkes eusi caritana. Kitu deui dina résénsi pilem, diguar kumaha ringkesan caritana. Cindekna, bagian ieu téh nembrakeun eusi hiji karya.
3.      Tilikan Eusi
Eusina téh tilikan atawa sawangan kana eusi karya. Nu nulis résénsi kudu ngagambarkeun kapunjulan atawa kaonjoyan tina eusi karya anu dirésénsina. Tapi najan sakumaha alusna hiji karya (buku atawa pilem), tetep wé baris nyangkaruk kahéngkéranana. Ku kituna, dina bagian ieu gé kudu dipedar ngeunaan kahéngkéran nu nyampak dina karya anu dirésénsi.
4.      Panutup
Bagian ieu mah eusina téh kacindekan tina eusi résénsi. Biasana mah ditepikeun ogé harepan-harepan nu nulis résénsi kana karya anu dirésénsina, upamana ngajak ka masarakat sangkan maca atawa lalajo pilem anu dirésénsina.

Padika Nulis Résénsi
Résénsi buku, pilem, pagelaran seni, atawa konsér musik téh biasana sok dimuat dina kalawarta (koran atawa majalah). Komo ku ayana kamekaran téknologi internét, tulisan résénsi téh bisa dimuat sacara onlén dina website, blog, atawa média sosial kayaning facebook jeung édmodo.
Aya sawatara léngkah anu kudu ditedunan nalika nulis résénsi buku, di antarana:
1.      Milih buku nu rék dirésénsi, alusna mah buku nu loba dibaca (best seller).
2.      Maca kalayan gamet tur imeut, buku nu rék diresénsi. Carana bisa ku cara maca sababaraha balikan.
3.      Nyatetkeun hal-hal anu pikatajieun jeung anu kurang pikatajieun tina eusi buku.
4.      Nyatetkeun pamanggih atawa sawangan hidep, naha éta buku téh payus tur gedé mangpaatna atawa henteu keur bacaeun balaréa.
5.      Tuliskeun judul résénsi hidep ku cara nuliskeun idéntitas buku (judul, pangarang, pamedal (penerbit), taun medal, kandel buku, warna jilid buku, jeung jenis keretas).
6.      Susun raraga resénsi anu rék ditulis, upamana kieu:
a.       Jenis buku anu diresénsi, naha fiksi atawa non-fiksi.
b.      Nuliskeun idéntitas buku.
c.       Medar ngeunaan eusi buku.
d.      Medar ngeunaan kaunggulan jeung kahéngkéran eusi buku.
e.       Medar ngeunaan mangpaat buku keur bacaeun balaréa.
f.       Ngajudulan resénsi.

Méh sarua jeung ngaresénsi buku, léngkah-léngkah ngaresénsi pilem ogé teu béda ti kitu. Geura ieu ditataan sawatara léngkah mun rék ngaresénsi pilem, di antarana:
1.      Lalajo pilem anu rék diresénsi sing daria. Alusna mah pilem anyar anu dilalakoanan ku hidep téh. Leuwih hadé lalajona gé kudu di bioskop.
2.      Nyatetkeun guluyuran carita (alur) atawa adegan-adegan penting anu pikatajieun tina éta pilem. Kitu deui catetkeun hal-hal anu kurang pikeresepeunana.
3.      Nyatetkeun pamanggih atawa sawangan hidep, naha éta pilem téh payus atawa gedé mangpaatna pikeun dilalajoanan ku balaréa atawa henteu.
4.      Tulis judul resénsi ku cara nuliskeun idéntitas pilem nu diresénsi (judul, palaku utama, sutradara, produser, rumah produksi nu ngaluarkeun éta pilem, nu nulis naskah, lilana (durasi), jeung jenis pilemna naha kaasup horor, drama, action, jsté).
5.      Susun rangkay résénsi anu rék ditulis. Bisa saperti keiu:
a.       Jenis pilem anu diresénsi.
b.      Nuliskeun idéntitas pilem.
c.       Medar ngeunaan carita dina pilem, ti mimiti galurna jeung tokoh-tokohna.
d.      Medar ngeunaan kaunggulan jeung kahéngkéran pilem.
e.       Medar ngeunaan mangpaat pilem keur lalajoaneun balaréa.
f.       Ngajudulan resénsi.